BATAMHEADLINE – Rikson Tampubolon, tokoh pemuda Kristen yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Pemuda Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Wilayah Kepri dan Sekretaris Forum Pemuda Lintas Agama Kepulauan Riau (Kepri), mengungkapkan keprihatinannya atas potensi penggunaan politik uang, kampanye hitam, dan politisasi isu SARA dalam Pilkada di Provinsi Kepri 2024.
Sebagai mantan Ketua Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kepri, mantan pengurus pusat GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), serta berprofresi sebagai seorang dosen dan analis kebijakan publik, Rikson menegaskan bahwa tindakan-tindakan tersebut tidak hanya mencederai integritas demokrasi, tetapi juga memicu perpecahan sosial yang berbahaya bagi masyarakat multikultural dan beradab seperti Kepri.
“Pilkada adalah momentum bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang terbaik berdasarkan rekam jejak (Track record) dan program kerja yang kongkrit berkualitas, bukan berdasarkan uang, hasutan, atau sentimen agama dan etnis. Politik uang bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menurunkan kualitas demokrasi dan menciptakan ketergantungan tidak sehat antara kandidat dan masyarakat,” ujar Rikson.
Ia menekankan bahwa upaya membeli suara tidak hanya merugikan proses demokrasi, tetapi juga merugikan masyarakat yang seharusnya mendapatkan pemimpin berkualitas yang bekerja untuk kepentingan umum.
“Apa yang mau kita harapkan dari pemimpin yang menang karena uang? sudah hampir pasti dia akan berpikir untuk korupsi untuk membalikkan modal pribadi dan tauke-taukenya. dan kalau sudah begitu, apa kita masih berharap hidup lebih baik? yang ada hidup pasti makin susah, makanya harus kita lawan,” ujarnya.
Rikson juga mengkritik penggunaan politisasi SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) sebagai strategi politik. Menurutnya, fitnah dan propaganda yang menyerang identitas pribadi lawan politik hanya akan menciptakan polarisasi di tengah masyarakat.
“Yang dibutuhkan masyarakat adalah program kongkrit dari visi dan misi kandidat, bukan serangan identitas pribadi atau propaganda palsu. Politik semacam ini merusak kepercayaan publik dan melemahkan semangat kebangsaan. Ya kalau bisa jangan memilih hanya karena kita satu kelompok,” tegasnya.
Terkait politisasi SARA , Rikson mengingatkan bahaya besar bagi provinsi yang kaya akan keberagaman budaya seperti Kepri dan Kota Kabupaten di Kepri ini. Politisasi agama atau etnis, menurutnya, adalah bentuk manipulasi yang tidak hanya merusak tatanan sosial, tetapi juga mengkhianati semangat dari para pendiri bangsa kita dan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
“Kita, sebagai masyarakat Kepri yang hidup di tengah keberagaman, harus bersatu melawan segala bentuk politisasi SARA. Jangan biarkan perbedaan dijadikan alat untuk memecah belah kita. kita harus mampu melampaui itu,” imbuh Rikson.
Sebagai tokoh pemuda lintas agama, Rikson mengajak semua pihak, mulai dari penyelenggara pemilu, pasangan calon, hingga masyarakat, untuk menjaga integritas Pilkada 2024. Ia juga meminta Bawaslu dan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap segala bentuk pelanggaran, termasuk politik uang, kampanye hitam, dan isu SARA.
“Pilkada yang damai, jujur, dan adil adalah tanggung jawab kita bersama. Kita harus memastikan demokrasi kita tetap sehat, bermartabat, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. walau tidak mudah tapi harus kita coba. semoga,” tutupnya.