58475c48-4224-40bb-bcd8-3152a17ccd30
Rita Purnama Sari

Rita Purnama Sari

Mahasiswa STEBI Batam 

OPINI – Penegakan hukum di Indonesia kerap menjadi topik perbincangan panas di tengah masyarakat. Salah satu isu yang mencuat adalah fenomena tersangka tindak pidana, terutama kasus korupsi, yang tetap bebas beraktivitas seolah tidak bersalah. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang sejauh mana sistem hukum Indonesia mampu menjalankan prinsip keadilan. Mahasiswa sebagai generasi intelektual memiliki peran strategis dalam menanggapi isu ini. Dalam opini ini, kami membahas posisi mahasiswa terhadap penegakan hukum, khususnya dalam konteks pemberantasan korupsi, berdasarkan perspektif dari berbagai penelitian dan kasus yang telah terjadi.

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam penegakan hukum terkait korupsi. Berdasarkan penelitian Dwi Atmoko dan Amalia Syauket dalam jurnal Binamulia Hukum (2022), korupsi di Indonesia telah menjadi masalah sistemik yang merambah seluruh lapisan masyarakat. Dalam konteks hukum, korupsi tidak hanya melanggar undang-undang tetapi juga menghancurkan nilai-nilai demokrasi dan moralitas bangsa. Ironisnya, pelaku tindak pidana korupsi yang seharusnya menghadapi hukuman berat justru masih dapat beraktivitas seperti biasa. Ini menunjukkan bahwa sistem hukum kita memiliki celah besar yang sering dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan, terutama yang memiliki pengaruh politik atau finansial.

Mahasiswa, sebagai agen perubahan, memiliki tanggung jawab moral untuk bersikap kritis terhadap situasi ini. Dalam jurnal JURNAL IQTISAD (2024), Hartanto et al. mengemukakan bahwa salah satu kendala dalam pemberantasan korupsi adalah lemahnya integritas aparat penegak hukum. Masalah ini diperparah dengan adanya campur tangan partai politik dalam proses hukum. Hal ini mencerminkan kebutuhan mendesak untuk reformasi hukum yang tidak hanya fokus pada pelaku kejahatan tetapi juga sistem yang memungkinkan mereka lolos dari jeratan hukum. Mahasiswa perlu menyuarakan desakan untuk transparansi dan akuntabilitas dari lembaga penegak hukum seperti KPK, kejaksaan, dan kepolisian.

Perubahan status KPK dari lembaga independen menjadi bagian dari eksekutif melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 juga menjadi sorotan utama dalam diskusi ini. Berdasarkan jurnal Legistatif (2023) oleh Nabila Alif Radika Shandy dan Abhinaya Wahyu Satrio, perubahan ini dianggap melemahkan peran KPK dalam pemberantasan korupsi. Penafsiran Philip Bobbit yang digunakan dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa perubahan ini tidak hanya bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi tetapi juga mengurangi kepercayaan publik terhadap KPK sebagai institusi independen. Mahasiswa dapat memainkan peran penting dalam mendorong revisi kebijakan ini melalui advokasi publik, diskusi akademik, dan kampanye sosial.

Selain itu, Anis Widyawati et al. dalam jurnal Integritas (2023) menekankan pentingnya penerapan whistleblowing system di partai politik sebagai upaya pencegahan korupsi. Sistem seperti SIAPP (Sistem Informasi dan Aduan Partai Politik) memungkinkan masyarakat untuk melaporkan praktik korupsi secara transparan dan aman. Mahasiswa dapat mendukung upaya ini dengan menyuarakan pentingnya penerapan teknologi dalam pengawasan politik. Selain itu, mereka juga dapat terlibat langsung dalam edukasi masyarakat tentang cara menggunakan platform digital untuk melaporkan kejahatan korupsi.

Tidak kalah penting, pendidikan antikorupsi juga harus menjadi fokus utama untuk menanamkan budaya anti-korupsi di kalangan generasi muda. Ni Ketut Dessy Fitri Yanti Dewi dalam jurnal Sui Generis (2023) menegaskan bahwa pendidikan antikorupsi harus dimulai sejak dini dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Mahasiswa, sebagai calon pemimpin masa depan, harus menjadi teladan dalam membangun kesadaran ini. Dengan mempraktikkan integritas dalam kehidupan sehari-hari dan aktif menyuarakan isu antikorupsi, mahasiswa dapat menjadi katalisator perubahan sosial.

Fenomena tersangka yang bebas beraktivitas menjadi sorotan penting dalam menyoroti ketimpangan hukum di Indonesia, yang telah menjadi isu klasik namun masih relevan hingga saat ini. Dalam banyak kasus, hukum cenderung lebih keras terhadap masyarakat kecil dibandingkan terhadap pelaku korupsi atau pejabat tinggi. Misalnya, pelanggaran kecil seperti mencuri untuk memenuhi kebutuhan hidup sering kali mendapatkan hukuman yang berat, sementara koruptor dengan nilai kerugian negara yang besar justru bebas berkeliaran atau mendapatkan hukuman ringan. Ketimpangan ini tidak hanya mencerminkan lemahnya integritas sistem hukum, tetapi juga memperlihatkan adanya budaya hukum yang sering kali lebih menguntungkan pihak yang memiliki kekuasaan dan pengaruh.

Menurut sejumlah penelitian, ketidakadilan ini sebagian besar disebabkan oleh masalah struktural dalam sistem hukum, seperti lemahnya penegakan hukum, pengaruh politik, hingga praktik-praktik korupsi di dalam lembaga penegak hukum itu sendiri. Ketimpangan ini menunjukkan perlunya reformasi mendasar dalam sistem hukum untuk menciptakan keadilan yang lebih merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam konteks ini, mahasiswa sebagai agen perubahan dapat mengambil peran penting dengan mengadvokasi pembaruan hukum yang berkeadilan. Partisipasi mereka dalam diskusi publik, penelitian akademik, serta kegiatan pengabdian masyarakat yang berfokus pada isu keadilan sosial sangat diperlukan untuk mendorong kesadaran publik dan mengawal proses reformasi tersebut.

Selain itu, mahasiswa juga harus menjadi motor penggerak dalam mendesak pemerintah untuk memperkuat mekanisme follow the money dan pemulihan aset. Pendekatan ini, seperti yang disampaikan oleh Hartanto et al., telah terbukti efektif dalam menelusuri aliran dana korupsi serta mengembalikannya kepada negara. Follow the money tidak hanya menjadi alat untuk melacak pelaku korupsi, tetapi juga membantu memutus mata rantai pendanaan yang sering kali digunakan untuk mendukung praktik-praktik korupsi lainnya. Dengan mendukung inisiatif ini, mahasiswa tidak hanya berperan dalam pemberantasan korupsi, tetapi juga memastikan bahwa dana publik yang telah disalahgunakan dapat kembali dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.

Langkah-langkah tersebut bisa diwujudkan melalui kolaborasi antara mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga penegak hukum dalam mengadakan program-program edukasi, advokasi, serta kampanye anti-korupsi. Selain itu, mahasiswa juga dapat menginisiasi gerakan berbasis teknologi seperti platform pemantauan transparansi anggaran publik, yang memungkinkan masyarakat untuk ikut mengawasi penggunaan dana publik secara langsung. Dengan cara ini, peran mahasiswa tidak hanya terbatas pada ranah akademik, tetapi juga meluas sebagai penggerak perubahan sosial yang konkret di tengah masyarakat.

Pada akhirnya, keadilan sosial hanya dapat terwujud jika semua elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, bersinergi dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi dan reformasi hukum yang lebih inklusif. Dukungan ini menjadi pondasi penting untuk membangun Indonesia yang lebih transparan, adil, dan bebas dari praktik korupsi.

Dalam kesimpulannya, mahasiswa memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk bersikap kritis terhadap penegakan hukum di Indonesia. Fenomena tersangka yang bebas beraktivitas adalah cerminan dari kelemahan sistem hukum kita. Dengan memanfaatkan pengetahuan dari berbagai penelitian, mahasiswa dapat menjadi agen perubahan yang mendorong reformasi hukum, transparansi, dan akuntabilitas. Melalui partisipasi aktif dalam advokasi, pendidikan, dan pengawasan, mahasiswa dapat membantu menciptakan Indonesia yang lebih adil dan bebas korupsi.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like

Menempati urutan 5 teratas, Korupsi di sektor pendidikan makin mencemaskan

Muhammad Arifin Mahasiswa Akuntansi Syariah STEBI Batam   Pendidikan merupakan sektor yang…

Kepemimpinan pada sektor publik bagaikan dua sisi mata pisau, antara Harapan dan Kenyataan

OPINI: Salman Faris Mahasiswa STIE Pembangunan Tanjungpinang Seringkali, para pemimpin di sektor…

Korupsi di Lingkungan Kampus: Kasus dan Implikasinya

Frisca Amelia Mahasiswa Manajemen Bisnis Syariah STEBI Batam   Korupsi di lingkungan…

Desentralisasi di Tanjungpinang: Mewujudkan Kemandirian dan Pembangunan Berkelanjutan di Kepulauan Riau

Azahra Ashilah, 2205010022 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Maritim Raja…