Oleh : Riwinoto,M.Kom
Dosen Program Studi Teknologi Permainan Politeknik Negeri Batam

Digitalisasi Ganda yang Kontras

Era digital telah melahirkan berbagai bentuk hiburan yang dapat diakses dengan mudah melalui gawai. Dua di antaranya yang populer di kalangan masyarakat Indonesia adalah game dan judi online. Meski sekilas tampak serupa karena keduanya melibatkan layar, koneksi internet, dan interaksi digital, keduanya berakar dari konsep yang sangat berbeda: game sebagai hiburan interaktif berbasis keterampilan, dan judi online sebagai praktik pertaruhan berbasis peluang.

Namun, kaburnya batas antara keduanya belakangan ini menimbulkan kekhawatiran. Terutama ketika praktik judi terselubung menyusup ke dalam game melalui sistem loot box, gacha, dan microtransaction. Untuk itu, penting bagi publik memahami perbedaan mendasar antara game dan judi online — tidak hanya secara teknis, tapi juga dari sisi psikologis, hukum, dan dampak sosial.

  1. Definisi Konseptual: Game dan Judi

Secara definisi, game adalah sistem interaktif yang memiliki aturan, tujuan, dan tantangan, di mana pemain aktif mengambil peran untuk mencapai tujuan tertentu (Salen & Zimmerman, 2003). Game mencakup elemen strategi, kreativitas, dan keterampilan. Tidak semua game berbentuk kompetitif — beberapa bersifat edukatif, eksploratif, atau bahkan naratif.

Sebaliknya, judi (gambling) didefinisikan oleh American Psychiatric Association (APA, 2013) sebagai perilaku mempertaruhkan sesuatu yang bernilai (biasanya uang) pada suatu peristiwa dengan hasil yang tidak pasti, dengan tujuan memperoleh keuntungan. Di Indonesia, judi dilarang berdasarkan KUHP Pasal 303 dan UU ITE No. 11 Tahun 2008 Pasal 27 ayat (2).

“Game dapat membangun keterampilan kognitif dan sosial, sedangkan judi online berisiko menciptakan kecanduan dan kerugian finansial.”
— Komnas Perlindungan Anak, 2023

  1. Tujuan dan Mekanisme: Keterampilan vs Keberuntungan

Game modern seperti Mobile Legends, Genshin Impact, Valorant, atau FIFA memerlukan strategi, kerja sama tim, dan pembelajaran progresif. Pemain dapat meningkatkan kemampuannya seiring waktu, menjadikan game sebagai wadah pengembangan soft skill.

Sebaliknya, judi online seperti slot digital, roulette, atau taruhan bola online mengandalkan mekanisme acak (random number generator/RNG) yang tidak bisa dipelajari atau dikendalikan oleh pemain. Meski ada strategi dalam poker atau taruhan olahraga, elemen peluang tetap dominan.

Dalam game, kemampuan pemain menentukan hasil. Dalam judi, hasil sepenuhnya ditentukan oleh keberuntungan. Ini adalah garis pembeda paling signifikan secara psikologis dan matematis.

  1. Regulasi dan Legalitas di Indonesia

Game digital adalah industri yang sah dan berkembang di Indonesia. Berdasarkan data Asosiasi Game Indonesia (AGI), kontribusi industri game lokal pada 2022 mencapai Rp24 triliun. Pemerintah melalui Kominfo juga aktif mendorong pengembangan game developer lokal dan pelatihan talenta digital.

Sebaliknya, judi online adalah ilegal. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menutup lebih dari 1,5 juta konten judi online sejak 2020 (Kominfo.go.id, 2024). Judi online dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dan berdampak pada meningkatnya tindak kriminal serta kerugian ekonomi rumah tangga.

“Tidak ada satu pun bentuk judi online yang dilegalkan di Indonesia.”
— Budi Arie Setiadi, Menteri Kominfo, 2024

  1. Psikologi Pemain: Flow vs Dopamin Trap

Game mampu menciptakan “state of flow” — kondisi ketika pemain merasa tenggelam, fokus, dan menikmati tantangan (Csikszentmihalyi, 1990). Ini dapat mendukung pembelajaran, pelatihan keterampilan, bahkan pemulihan terapi.

Sebaliknya, judi online memicu dopamin spikes secara instan melalui sistem reward random yang tidak stabil, menyebabkan apa yang disebut intermittent reinforcement. Pemain bisa menang besar secara acak, lalu mengalami kekalahan beruntun, menciptakan siklus adiktif.

Studi dari National Council on Problem Gambling (NCPG, 2022) menyebutkan bahwa 1 dari 5 pecandu judi mencoba bunuh diri. Ini adalah angka tertinggi dibanding kecanduan lain seperti narkotika atau alkohol.

  1. Aspek Finansial: Potensi Karier vs Potensi Kehancuran

Game dapat membuka peluang ekonomi. Banyak pemain profesional di bidang e-sport yang meraih pendapatan dari turnamen, sponsor, dan streaming. Game developer juga menjadi karier menjanjikan dalam ekonomi digital.

Sebaliknya, judi online tidak menciptakan nilai tambah ekonomi. Justru uang berpindah secara destruktif dari pemain ke operator platform. Tidak ada inovasi, tidak ada keterampilan, dan tidak ada pertumbuhan industri berkelanjutan.

“Game bersifat produktif, judi bersifat eksploitatif.”
— Prof. Rhenald Kasali, Guru Besar UI bidang Digital Disruption

  1. Area Abu-abu: Ketika Game Menjadi Mirip Judi

Meskipun game bukanlah judi, namun beberapa model bisnis game modern menyisipkan sistem yang menyerupai judi. Loot box, gacha, dan sistem random reward berbayar mengadopsi mekanisme psikologis yang serupa dengan judi. Pemain membayar untuk kesempatan mendapatkan item langka, tanpa jaminan hasil.

Negara seperti Belgia dan Belanda telah melarang loot box yang tidak transparan karena dianggap sebagai bentuk perjudian terselubung (BBC, 2020). Indonesia belum memiliki regulasi khusus, meski desakan dari akademisi dan LSM mulai menguat.

Game populer seperti FIFA Ultimate Team, Genshin Impact, dan PUBG Mobile diketahui memiliki sistem loot box/gacha berbayar yang ditujukan untuk pemain usia remaja, memicu kekhawatiran tentang paparan awal terhadap perilaku mirip judi.

  1. Dampak Sosial: Komunitas vs Isolasi

Game menciptakan komunitas: guild, tim, forum, dan turnamen. Game mendorong kerja sama, kreativitas, bahkan diplomasi antar pemain. Game seperti Minecraft dan Roblox telah digunakan dalam pendidikan dan pelatihan profesional.

Sementara itu, judi online sering dilakukan secara tersembunyi dan individual, memicu isolasi sosial, konflik keluarga, dan masalah keuangan. Banyak keluarga yang hancur karena anggota rumah tangga terlibat dalam judi online, diam-diam menguras tabungan atau berutang untuk menutup kerugian.

Komnas Perlindungan Anak (2023) menyebut bahwa 80% anak yang mengenal judi online terpapar melalui HP orang tuanya.

  1. Edukasi Literasi Digital: Tanggung Jawab Kolektif

Untuk mencegah kaburnya batas antara game dan judi, penting bagi masyarakat — terutama orang tua dan guru — untuk membekali generasi muda dengan literasi digital. Memahami perbedaan antara “game yang sehat” dan “mekanisme adiktif” adalah bagian penting dari pendidikan teknologi masa kini.

Beberapa tips membedakan game dan judi:

  • Perhatikan apakah permainan tersebut meminta uang nyata untuk “kesempatan” acak.
  • Periksa rating usia game (misalnya, ESRB atau PEGI).
  • Diskusikan dengan anak tentang bahaya gacha dan loot box.
  • Gunakan fitur pengawasan orang tua di platform seperti Play Store dan iOS.
  1. Kesimpulan: Pilihlah Jalan Hiburan yang Sehat

Game dan judi online mungkin tampak serupa di permukaan — layar, klik, dan reward. Tapi ketika dilihat dari definisi, tujuan, mekanisme, dan dampaknya, keduanya sangat berbeda. Game adalah ekspresi kreativitas dan pengembangan diri. Judi online adalah aktivitas berisiko yang penuh jebakan dan ancaman psikologis.

Sebagai pengguna digital, kita semua memegang kendali untuk memilih jalan hiburan yang membangun, bukan yang menghancurkan.

Boks Fakta: Tabel Perbandingan Game dan Judi Online

Aspek Game Digital Judi Online
Tujuan Hiburan, keterampilan, edukasi Mencari uang dengan keberuntungan
Mekanisme Skill-based, progresif Chance-based, acak
Regulasi di Indonesia Legal, berkembang melalui Kominfo dan AGI Ilegal, ditindak oleh UU ITE dan KUHP
Dampak Psikologis Flow, peningkatan kognitif Kecanduan, gangguan mental
Nilai Ekonomi Positif: karier, industri kreatif Negatif: kerugian, utang, kriminalitas
Contoh MLBB, Valorant, Minecraft, Genshin Impact Slot online, judi bola, togel digital

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like

Kepemimpinan Sektor Publik di Era Modern: Adaptasi dan Inovasi untuk Pelayanan Optimal

Echa Yunita STIE Pembangunan, Tanjungpinang, Indonesia   Kepemimpinan sektor publik saat ini…

Kepemimpinan dalam Organisasi Sektor Publik: Menghadapi Tantangan dan Memanfaatkan Peluang di Era Modern

Rezi Anggraini STIE Pembangunan, Tanjungpinang, Indonesia Email: ejianggraini03@gmail.com   Kepemimpinan dalam sektor…

Menavigasi Perubahan: Kepemimpinan Adaptif di Era Disrupsi

Sheilla Indah CahyaniNIM: 22612040Manajemen Pagi 1 Pendahuluan Kemampuan untuk beradaptasi menjadi sangat…

Tantangan dan Strategi Pengelolaan SDM pada Era Digital

Nurul Sultania Mahasiswa STIE Pembangunan Tanjungpinang Perlahan kita mulai disadarkan dengan masuknya…